Akhir-akhir ini potensi budidaya tanaman jagung mulai menunjukkan grafik yang bagus pada masa yang akan datang. Ini berlaku terutama untuk jenis jagung yang akan diolah untuk bahan baku makanan ternak. Permintaan akan jagung jenis ini terus meningkat mengingat kebutuhan konsumen akan jagung ini juga terus meningkat sebagai bahan baku pakan ternak seperti ayam, bebek, ikan, dan lain-lain.
Jika dilihat dari segi modal dan biaya operasional, tanaman jagung juga terbilang relatif rendah jika dibandingkan dengan tanaman lain, seperti cabai keriting. Cabai keriting memang terkenal sebagai tanaman yang membutuhkan biaya perawatan yang cukup besar. Dari segi harga cabai keriting pun seringkali mengalami kenaikan dan penurunan secara signifikan. Beruntung jika pada masa panen harga dipasar sedang berada di puncaknya. Petani bisa mendapatkan keuntungan yang besar. Tetapi jika pada masa panen harga yang berlaku di pasar turun drastis, kerugian pun terpaksa diterima. Singkatnya tanaman cabai lebih berisiko dibandingkan dengan tanaman jagung. Harga yang berlaku pada tanaman jagung lebih stabil.
Sebagian petani juga ada yang mencoba menjadikan tanaman jagung sebagai tanaman kedua setelah tanaman pokok di kebun mereka. Contohnya saja petani kelapa sawit, ini dilakukan pada saat kelapa sawit masih kecil. Menjelang kelapa sawit mulai berbuah petani mencoba menyisipkan tanaman jagung di kebun sebagai tanaman kedua. Ini adalah hal yang baik. Selain mengurangi beban biaya perawatan pada tanaman utama, tanaman muda ini pun bisa menambah pemasukan lain bagi petani. Nati kita akan kalkulasikan potensi keuntungan dari tanaman jagung ini.
1. Tanaman Jagung Sebagai Bahan Baku Pakan Ternak
Jagung merupakan bahan baku yang digunakan untuk pakan ternak. Peningkatan pada peternakan menyebabkan permintaan Akan jagung juga terus meningkat. Bahkan untuk jagung olahan yang memasuki tahap produksi setengah jadi hingga barang jadi dapat dihargai lebih mahal lagi. Pihak peternakan sangat membutuhkan bahan baku ini.
2. Bisa Ditanam pada berbagai Jenis Tanah
Apakah kamu bisa membayangkan, bahkan di pinggir jalan raya pun jagung tetap tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah. Saya pun pernah melihat petani mencoba menanam tanaman jagung di tanah yang didominasi oleh bebatuan. Tetapi Jagung tersebut tetap tumbuh dan berbuah dengan baik.
Jika demikian adanya, bayangkan jika petani menanam jagung di tanah yang subur, seperti di sawah. Bayangkanlah ukuran buah yang akan dihasilkan pada setiap batangnya.
3. Jarak Tanam yang Rapat
Jarak tanam pada.tanaman jagung bisa sangat rapat. Ini membuat potensi hasil panen yang lebih banyak pada suatu lahan. Tanaman jagung tidak membutuhkan ruang kosong pada lahan, tetapi dapat ditanam secara berdekatan atau saling bersentuhan dengan yang lainnya. Berbeda dengan cabai, yang membutuhkan ruang lebih luas agar tanaman bisa berkembang dengan baik.
Jarak tanam tanaman jagung yang umum di terapkan oleh petani yaitu 70cm×20cm (0,14 m2). Jadi jika dihitung per hektar populasi tanaman jagung bisa mencapai 70.000 lebih.
4. Biaya Perawatan Relatif Kecil
Untuk modal awal mungkin sama dengan tanaman-tanaman muda yang lain. Perbedaannya mungkin pada harga bibit dan pemupukan. Sementara untuk yang lainnya seperti pengolahan lahan sama saja. Petani tetap perlu melakukan pembersihan lahan, penggemburan tanah, dan penggunakan pupuk dasar pada awal penanaman. Perbedaan yang cukup jelas adalah saat masa perawatan yaitu fase tanaman mulai tumbuh hingga menghasilkan.
Oleh karena jarak tanam pada tanaman jagung sangat rapat, kemungkinan gulma untuk tumbuh lebih sedikit. Sehingga penyiangan tidak perlu dilakukan dalam waktu yang singkat.
Selain itu, tanaman jagung tetap dapat tumbuh dan berbuah meskipun penyiangan tidak dilakukan secara rutin dan konsisten. Ya, meskipun hasil panen juga tidak sebanyak yang diharapkan.
5. Fase Panen yang Lebih Cepat
Tanaman jagung dapat dipanen setelah 3 bulan berlalu sejak penanaman dilakukan. Itu adalah waktu yang hampir sama dengan fase panen pada tanaman padi. Tetapi berbeda dengan tanaman padi yang membutuhkan air yang cukup banyak, jagung membutuhkan air dalam jumlah yang lebih sedikit. Petani padi konvensi yang menanam padi dengan cara tradisional hanya bisa bercocok tanam pada masa hujan telah datang. Umumnya 2 kali dalam setahun. Pasalnya pengairan belum optimal di sebagian besar daerah di Indonesia. Jika menggunakan metode lain seperti penggunaan mesin, biaya yang akan dikeluarkan akan sangat besar. Hasil panen tidak akan cukup untuk menutupi biaya-biaya tersebut.
Tetapi jagung tidak membutuhkan begitu banyak air seperti tanaman padi. Ketika musim panas tiba, petani tetap bisa bercocok tanam. Petani hanya perlu melakukan penyiraman dengan biaya yang rendah. Oleh karena itu petani bisa bercocok tanam tanaman jagung ini sebanyak 4 kali dalam setahun.
6. Pemasaran yang Mudah
Di daerah saya, pemasok dan pembeli justru kecewa jika hasil panenmu sedikit. Mereka mengharapkan hasil dalam jumlah yang lebih banyak. Pasalnya kebutuhan akan produk ini terus meningkat sedangkan ketersediaannya belum memadai. Sekarang kamu bisa membayangkan potensinya lebih jauh lagi dimasa yang akan datang.
7. Harga yang lebih Stabil
Harga yang berlaku dipasar untuk jagung ini lebih stabil daripada tanaman yang lain. Sebut saja cabe keriting yang kadang harganya bisa mencapai Rp. 80.000/kg namun bisa turun higga Rp. 20.000/kg. Sedangkan modal dan biaya-biaya untuk tanaman cabai terus meningkat, ini menyebabkan risiko akan tanaman cabai lebih tinggi dibandingkan tanaman jagung. Pergerakan harga yang berlaku pada tanaman jagung tidak terlalu signifikan. Selama petani tidak gagal panen, maka keuntungan bisa didapatkan.
Tetapi ingat setiap usaha yang dilakukan pasti memiliki risiko. Termasuk tanaman jagung ini. Bukan tidak mungkin petani bisa merugi, itu bisa saja terjadi. Dalam investasi ada risiko yang tidak bisa dikelola oleh pelaku usaha, dan itulah risiko pasar. jika pasar anjlok, tidak ada yang bisa kita lakukan. Bahkan pasar di Eropa akan mempengaruhi keadaan pasar domestik. Semua saling berkaitan antara satu dengan yang lain.
Tidak masalah! Paling penting adalah bagi petani untuk memperhatikan risiko bisnis. Ini adalah risiko yang bisa dikelola atau diminimalisir. Atau mungkin dengan cukup memikirkan bagaimana agar budidaya berhasil dilakukan hingga panen sesuai dengan yang diharapkan. Itu sudah lebih dari cukup.
8. Modal Awal dan Biaya Operasional (1ha)
Disini saya menggap bahwa petani telah memiliki lahan sendiri yang akan diolah untuk budidaya tanaman jagung ini. Sehingga perhitungan biaya sewa lahan tidak dilakukan.
Pertama-tama untuk biaya olah lahan yang harus dikeluarkan diperkirakan: 5 pekerja × 20 hari kerja × upah perhari Rp. 80.000 = Rp. 8.000.000. Ini tergantung pada kondisi lahan masing-masing petani. Biaya pengolahan lahan di kebun yang dipenuhi dengan tumbuhan liar tentu akan lebih besar dari pada lahan pesawahan.
1kg benih biji jagung hibrida terdapat sekitar 2.000 butir biji jagung siap tanam. Jika dihitung untuk kebutuhan biji 1 hektar lahan maka dibutuhkan: 70.000 : 2.000 = 35. Sehingga untuk 1 hektar lahan dibutuhkan kurang lebih 35kg biji jagung hibrida. Harga benih biji jagung hibrida saat ini berkisar antara Rp. 60.000 - Rp. 100.000, tergantung pada jenis dan potensi hasil panen yang ditawarkan masing-masing benih. Jika kita menghitung kebutuhan dana untuk pembelian benih jagung ini, maka: 35 kg × Rp. 100.000 = Rp. 3.500.000.
Perkiraan biaya penanaman adalah 3 pekerja × 2 hari kerja × upah per hari Rp. 80.000 = Rp. 480.000
Kemudian untuk biaya pemupukan, dosis pupuk kimia yang di anjurkan oleh dinas pertanian untuk sekali periode penanaman per 1 hektar lahan adalah sekitar 200kg urea dan 300kg NPK Phonska atau NPK Mutiara 200 kg. Pengaplikasian pupuk ini di bagi dalam beberapa kali pemupukan. Misalnya, 14 hari sekali dengan pembagian dosis tertentu. Umumnya petani melakukan pemupukan didasarkan pada jumlah helai daun. Contoh, pemupukan pertama saat jumlah rata-rata helai daun per batangnya adalah 3 helai, kemudian pemupukan selanjutnya saat helai daun rata-rata telah mencapai 7 helai. Begitu seterusnya.
Sedangkan harga 1kg pupuk urea saat ini adalah Rp. 11.500, dan NPK mutirara Rp. 14.000/kg. Maka biaya harus dikeluarkan untuk pembelian pupuk adalah 200kg pupuk urea ×Rp. 11.500 = Rp. 2.300.000, dan 200kg NPK mutiara × Rp. 14.000 = Rp. 2.800.000. Total biaya pembelian pupuk adalah Rp. 2.300.000 + Rp. 2.800.000 = Rp. 5.100.00.
Sementara itu untuk perawatan, seperti penyiangan - penyemprotan - penyulaman - pemupukan, setidaknya perlu dilakukan setiap 3 minggu sekali. 1 kali budidaya tanaman jagung ini dibutuhkan waktu sekitar 100 hari. maka jika kita hitung jumlah penyiangan untuk setiap periode penanaman akan menjadi: 100 hari : 21 hari = 4,7 (atau 5 kali ). Biaya tenaga kerja untuk satu penyiangan untuk 1 hektar lahan kira-kira: 3 pekerja × 5 hari kerja × Upah perhari Rp. 100.000 = Rp. 1 500.000 untuk satu kali tahap pengerjaan. Sehingga total biaya yang di keluarkan adalah: 5 × Rp. 1.500.000 = 7.500.000
Di asumsikan total biaya pembelian Pestisida (herbisida - insectisida/fungisida) adalah sekitar Rp. 400.000 untuk 1 periode penanaman jagung.
Sedangkan untuk upah pemanenan dan pengangkutan diperkirakan: 5 pekerja × 5 hari × upah perhari Rp. 100.000 = Rp. 2.500.000
Total biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk 1 kali periode penanaman jagung adalah:
Rp. 8.000.000 + Rp. 3.500.000 + Rp. 480.000 + 5.100.000 +Rp. 7.500.000 + 400.000 + Rp. 2.500.000 = Rp. 27.480.000.
9. Potensi Keuntungan Tanaman Jagung per Hektar
Potensi berat 1 tongkol jagung adalah 200 -240 gram (0,2kg - 0,24kg). Jika dihitung dalam 1 batang jagung menghasilkan 1 tongkol jagung, maka 0,2kg × 70.000 batang = 14.000kg atau 14 ton. Kisaran harga jagung tongkolan perkilo yang berlaku di pasar saat ini adalah sekitar Rp. 3.000. Maka 14.000kg × Rp. 3.000 adalah Rp. 42.000.000 untuk satu kali penanaman dan pemanenan.
Oleh karena jika petani berhasil melakukan pembudidayaan tanaman jagung ini maka potensi keuntung kotor yang bisa didapatkan perhektar lahan adalah Rp. 42.000.0000
Maka perhitungan laba bersih yang bisa didapatkan perhektar kebun jagung adalah: Rp. 42.000.000 - Rp. 27.480.000 = Rp. 14.520.000.
Jika kamu ingin melihat seberapa besar kelayakan usaha budidaya tanaman jagung ini maka dapat dihitung dengan menggunakan rumus R/C ratio, yaitu:
Rp. 42.000.000 : Rp. 27.480.000 = 1,5. Apabila hasil R/C ratio lebih besar dari 1 (>1), maka usaha tersebut layak untuk dilakukan. Maka, 1,5 > 1, sehingga usaha budidaya tanaman jagung ini layak untuk dicoba.
Tetapi perlu diingat bahwa, jika dilakukan pemipilan dan pengeringan, biasanya akan terjadi penyusutan berat setidaknya 50% dari total berat jagung yang masih berupa tongkolan. Sehingga, apabila hasil panen/ha yang yang didapatkan adalah 14 ton, kemungkinan setelah dilakukan pemipilan dan pengeringan, total jagung kering yang didapatkan berkisar antara 6-7 ton. Ini tergantung permintaan pasar. harga jagung kering tentu saja lebih mahal daripada jagung tongkolan.
10. Tips Untuk Meningkatkan Laba Usaha Budidaya Tanaman Jagung
Seperti yang telah kita bahas diawal tadi, jika budidaya tanaman jagung ini diterapkan sebagai tanaman kedua setelah tanaman pokok, maka biaya operasional yang akan dikeluarkan akan menjadi lebih sedikit. Petani kelapa sawit menyisipi kebun mereka pada awal penanaman dengan tanaman jagung sembari menunggu tanamam kelapa sawit mulai menghasilkan buah. Disini petani kelapa sawit dapat menutupi biaya perawatan tanaman kelapa sawit dengan biaya perawatan tanaman jagung atau sebaliknya. Sebab itu dilakukan pada lahan yang sama.
Semua perhitungan diatas dilakukan dengan asumsi seluruh pengerjaan dilakukan dengan menggunakan jasa tenaga kerja. Apabala petani mencoba melakukan beberapa kegiatan sendiri tanpa menyewa tenaga kerja, itu dapat menghemat biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Sehingga petani bisa mendapatkan laba yang lebih besar lagi.
Jika Petani hanya melakukan budidaya tanaman jagung pada suatu lahan tanpa diselingi dengan penanaman tanaman tua seperti, kelapa sawit, karet, kopi dan seterusnya, maka sebaiknya lakukan pembudidayaan tanaman jagung lebih dari 1 tahun. Setidaknya lakukan hingga 10 periode, agar biaya pengolahan lahan tidak sia-sia. Biaya pengolahan lahan awal sangat besar jika dibandingkan tahap pengolahan periode berikutnya.
Jika dihitung potensi laba bersih yang bisa didapatkan oleh petani selama 1 tahun (3 kali periode penanaman), maka 3 × Rp. 14.520.000 = Rp. 43.560.000
11. Risiko Budidaya Tanaman Jagung
Apapun usaha yang dilakukan tentu saja memiliki risiko. Itulah yang berlaku dalam prinsip ekonomi. risiko yang harus ditanggung sebanding dengan keuntungan yang bisa diperoleh. begitupula tanaman jagung yang tentu saja bisa terjadi kegagalan panen.
Sebagai contoh kegagalan panen bisa terjadi akibat iklim dan cuaca yang tidak mendukung. Bisa pula disebabkan karena hama dan penyakit. sehingga apabila kamu ingin mencoba budidaya tanaman jagung, kamu harus siap dengan setiap kemungkinan yang menyebabkan kegagalan usaha.
Selain itu, risiko kerugian yang disebabkan oleh harga jual juga perlu diperhatikan. Bisa saja pada proses memulai budidaya tanaman jagung harga yang berlaku sangat menguntungkan. Namun pada saat panen, harga sedang merosot yang mengakibatkan kerugian bagi petani jagung. Ini terjadi ketika harga yang berlaku saat itu setiap kilo gram jagung berada pada harga titik impasnya.
Perhitungan titik impas dapat dilakukan dengan cara; total biaya : hasil panen (kg). Apabila hasil panen jagung tongkolan yang didapatkan 14 ton, maka Rp. 27.480.000: 14.000 kg = Rp. 1.962 per kilogram. Itu berarti kamu harus berupa menjual jagung tongkolan di atas Rp. 1.962/kg, agar kamu bisa mendapatkan keuntungan.